BEST PRACTICE DALAM MENGAJAR
CITRA PENGINDERAAN JAUH BERBASIS LITERASI DIGITAL SEBAGAI UPAYA PENGURANGAN RISIKO BENCANA BANJIR DI KOTA PANGKEP
By. Ukha_1217
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan secara astronomis terletak antara koordinat 4 33’ 30” – 4 57’ 10” Lintang Selatan dan 119 28’ 50” – 119 48’ 40” Bujur Timur. Daerah ini biasa dikenal dengan Pangkep yaitu salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia dengan ibukota Pangkajene yang memiliki luas wilayah 12.362,73 Km2, untuk wilayah laut seluas 11.464,44 Km2, dengan daratan seluas 898,29 Km2. Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan terdiri dari 13 kecamatan, dimana 9 kecamatan terletak pada wilayah daratan dan 4 kecamatan terletak di wilayah kepulauan (Dinas PU Pengairan Kabupaten Pangkep, 2010).
Menurut orang terdahulu asal kata Pangkajene dipercaya berasal dari sungai besar yang membelah kota Pangkep. Pangka berarti cabang dan Je'ne berarti air. Ini mengacu pada sungai yang membelah kota Pangkep yang membentuk percabangan. Dan hal ini pula yang menjadi salah satu pemicu bencana alam yang terjadi beberapa tahun terakhir di kabupaten Pangkep. Banjir yang terjadi awal bulan februari tahun 2019 menjadi banjir terbesar kedua setelah banjir yang terjadi di tahun 2013 lalu, beberapa hal yang menjadi pemicunya adalah faktor hujan, faktor Daerah Aliran Sungai, faktor kesalahan pembangunan alur sungai, faktor pendangkalan dan faktor tata wilayah dan pembangunan sarana dan prasarana.
Bencana alam merupakan peristiwa yang tidak dapat diprediksi, terkadang datang secara tiba-tiba namun ada bencana alam yang dapat dicegah banjir, jika manusia dapat memanfaatkan alam atau lingkungan tempat tinggal dengan baik, membuang sampah dengan sistem pilih, menjaga reboisasi dan yang paling utama masyarakat memiliki pemahaman tentang lingkungan hidup. Hal ini merupakan tanggung jawab pemerintah dalam memberikan pemahaman bencana. Guru sebagai salah satu stakeholder di sekolah juga memiliki peran penting dalam upaya pengurangan risiko bencana bagi siswa. Salah satu mata pelajaran yang sangat berkaitan dengan pengurangan risiko bencana adalah mata pelajaran Geografi.
Geografi adalah ilmu yang mengkaji bumi beserta semua objeknya, termasuk fenomena alam yang terjadi. Upaya pengurangan risiko bencana termuat dalam materi mitigasi bencana atau manajemen bencana dibahas pada kelas XI (sebelas) dan kelas XII (duabelas) khusus untuk materi Penginderaan Jauh. Oleh karena itu seharusnya mata pelajaran Geografi tidak hanya diberikan pada jenjang SMA/MA tapi juga diterapkan di SMK dan Pendidikan Khusus. Materi mitigasi bencana merupakan pelajaran umum sehingga semua tingkatan perlu memahaminya sebagai dasar ilmu sebelum dan sesudah bencana, termasuk cara pencegahannya.
Geografi juga merupakan bagian dari literasi digital, dalam hal ini materi Penginderaan jauh yang biasa disingkat Inderaja dapat diimplementasikan dalam teknologi digital untuk menjadi pembelajaran bagi guru dan siswa. Salah satu manfaat Inderaja adalah bidang penanggulangan bencana. Oleh karenanya guru harus mampu menggunakan teknologi digital dan membiasakan kegiatan literasi dalam pembelajaran diera digital native, karena tidak hanya meningkatkan rendahnya nilai literasi di Indonesia, tetapi juga dapat menjadi sarana efektif untuk mengenalkan daerah yang rawan bencana serta upaya dalam mengurangi risiko bencana yang dihadapi masyarakat khususnya guru dan siswa di lingkungan sekolah.
Rendahnya pengetahuan kebencanaan di masyarakat merupakan salah satu faktor penunjang rendahnya kapasitas masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana sehingga perlu kerjasama pemerintah dengan masyarakat utamanya lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam pembelajaran untuk memberikan kapasitas ilmu setidaknya mengenalkan dasar-dasar penyebab bencana tersebut. Sekolah sebagai lembaga pendidikan juga turut memberi peran dalam memberikan pemahaman kepada siswa tentang pentingnya memahami mitigasi bencana, mulai dari kondisi geografis wilayah, penyebab bencana dan akibat yang timbulkan serta kegiatan yang dapat dilakukan pasca bencana.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah adalah :
1. Bagaimana penerapan Citra Penginderaan Jauh berbasis literasi digital dalam pembelajaran
sebagai upaya pengurangan risiko bencana banjir di kota Pangkep ?
2. Apakah penerapan Citra Penginderaan Jauh berbasis literasi digital dapat meningkatkan
pengetahuan siswa tentang pengurangan risiko bencana banjir di kota Pangkep ?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan karya ini adalah :
1. Untuk mengetahui cara penerapan citra penginderaan jauh berbasis literasi digital dalam
pembelajaran sebagai upaya pengurangan risiko bencana banjir.
2. Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa tentang pengurangan risiko bencana banjir
melalui penerapan citra penginderaan jauh berbasis literasi digital.
D. Manfaat
Manfaat yang diharapkan meliputi :
1. Bagi Sekolah. Karya ini dapat digunakan sebagai media pembelajaran di sekolah dalam
menerapkan upaya pengurangan risiko bencana banjir berbasis literasi digital.
2. Bagi Guru geografi. Diharapkan dapat meningkatkan keprofesionalitasnya dalam proses
pembelajaran.
3. Bagi Peserta didik. Diharapkan dapat meningkatkan kompetensi yang berkaitan dengan upaya
pengurangan risiko bencana dan literasi digital.
4. Bagi Masyarakat dan Pemerhati Pendidikan. Sebagai bahan masukan dalam proses belajar
mengajar.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Sejarah Sungai Pangkajene
Pangkajene dan Kepulauan yang dikenal dengan Pangkep salah satu kabupaten di Indonesia yang secara Administratif terdiri dari 13 kecamatan, dimana 9 kecamatan terletak pada wilayah daratan dan 4 kecamatan terletak di wilayah kepulauan. Ibukota kabupaten Pangkep bernama Pangkajene yang terletak sekitar 50 km di sebelah selatan kota Makassar. Daerah ini sangat terkenal dengan ikan bandeng dan udang windu nya yang dalam bahasa Bugis disebut Doang Sitto sehingga kedua hal ini menjadi ikon kota Pangkajene.
Luas wilayah kecamatan Pangkajene ini adalah 45,339 km2 terdiri atas bentangan kawasan pemukiman, persawahan, empang dan wilayah pesisir yang menjadi mata pencaharian utama masyarakatnya sebagai petani dan nelayan. Bagian tengah wilayah kota Pangkajene ini membujur sungai Pangkajene yang membelah wilayah daratan Pangkep. Sebelah Utara sungai adalah daerah Balocci, Minasatene dan Pangkajene dan sebelah Selatan sungai adalah Pangkajene, Bungoro, Labakkang Segeri dan Mandalle.
Eksistensi sungai Pangkajene dahulu bernama sungai Marana tidak bisa dilepaskan dari perjalanan sejarah 2 kerajaan penting yang pernah berjaya dan berkembang di sepanjang pesisir pantai barat jazirah Sulawesi Selatan yaitu Siang dan Berasa, sebelum posisi strategis pelabuhannya diambil alih oleh Pelabuhan Somba Opu di sebelah selatannya di akhir abad 16 di masa pemerintahan Hindia Belanda.
Asal muasal nama Pangkajene sebenarnya mengacu kepada keberadaan sungai yang membelah kota Pangkajene yang berasal dari bahasa Makassar terdiri dari dua kata yang disatukan, yaitu Panca yang berarti Cabang dan Je’ne yang berarti Air dinamai demikian karena pada daerah yang dulunya merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Barasa itu terdapat sungai yang bercabang yang sekarang dinamai sungai Pangkajene yang dahulunya disebut dengan sungai Marana.
Dahulu terdapat tiga sungai besar yang mengelilingi kampung yang menjadikannya tempat strategis untuk transportasi karena berada di persimpangan sungai tua. Kampung Marana ramai karena berada di persimpangan cabang sungai dan di tempat itu pula terjadi pertemuan dalam ikatan janji persahabatan memperkuat kekerabatan maupun kepentingan dagang para pedagang yang memasarkan hasil bumi dan dagangannya. Mereka biasanya mengadakan perjanjian dengan ucapan “anjorengpaki sicini ripangkana je'neka” yang artinya nanti kita bertemu di percabangan air yang dimaksudkan sesungguhnya tempat yang dituju adalah muara sungai Pangkajene.
Ada sebuah istilah bagi masyarakat Pangkep yang biasanya melakukan kegiatan di sungai Pangkajene yaitu “conjuring pagi sidapari pangkalan ajak nikah” artinya nanti kita bertemu di percabangan sungai Pangkajene bukan hanya sebuah kalimat janji untuk bertemu di antara para pedagang tetapi menunjukkan kekerabatan banyak orang dari berbagai tempat yang meyakini bahwa sungai Pangkajene memiliki keberuntungan bukan hanya bagi orang-orang yang mengadu peruntungan tetapi juga bagi orang-orang yang dipersaudarakan dan menemukan saudara di sungai tersebut.
Gambar 1. Aktivitas Masyarakat di Pinggir Sungai Pangkajene
Dan hal itu berlaku sampai hari ini. Akses sungai Pangkajene telah mempersaudarakan masyarakat Pangkajene daratan dengan pulau terdekat dimana titik pertemuannya yaitu percabangan sungai sebagaimana penamaan dari bentuk hulu sungai yang bercabang sekaligus menjadi penanda penamaan daerah di sekitar sungai Pangkajene. Sungai Pangkajene yang dahulu jorok kotor dan kumuh menurut Drs. Ahmad MSI sekretaris Disbudpar Pangkep kini menjadi bagian dari gerbang gerakan pengembangan wisata kuliner Sulawesi Selatan.
Wisata kuliner dipusatkan di Palampang sisi Utara sungai Pangkajene, yang nantinya akan menjadi pusat kuliner khas Sulawesi Selatan seperti sop saudara, sop kikil, coto makassar, pallu basa, palumara dan lain sebagainya sementara pinggir sungai selatannya pengunjung juga dapat menikmati kopi, aneka jus, aneka gorengan dan kue tradisional seperti putu cangkiri, dll.
Sungai Pangkajene kini lebih siap dinikmati sebagai objek wisata sungai yang eksotis dan romantis. Sungai Pangkajene di malam hari tentunya akan nampak berbeda dengan pemandangan di siang hari. Pinggir sungai Pangkajene menjadi saksi denyut nadi ekonomi dan kesibukan warga beraktivitas di siang hari sementara pada malam hari warga larut dalam suasana rekreatif yang tenang dan nyaman melepas lelah dan menghibur diri bersama keluarga setelah seharian disibukkan dengan berbagai rutinitas.
Bagi anak millenial tak sedikit menjadikan pinggir sungai Pangkajene sebagai tempat basar dan berbagai kegiatan yang positif seperti senam pagi dan pusat komunitas sepeda. Saat ini setiap daerah di Indonesia sudah tersentuh oleh kemajuan teknologi salah satunya kota Pangkep, karena bukan hanya kegiatan ekonomi yang bersifat lokal tapi identitas kekinian telah merambah kota ini. Berderet cafe dan spot-spot menarik yang difasilitasi dengan wifi yang menambah daya tarik pengunjung dan wisatawan di kota ini.
Saya sangat setuju dengan tulisan bapak Farid salah satu Penulis sejarah kabupaten Pangkep yang mengatakan bahwa di pusat kota Pangkep perlu diupayakan hadirnya museum Pangkajene di mana setiap orang yang berkunjung dapat memperoleh informasi dan pengetahuan tentang sejarah sungai Pangkajene, perkembangan sejarah Kekaraengan Pangkajene, sejarah kota dan perkembangan tata ruang Pangkajene serta sejarah pemerintahan kabupaten Pangkep. Dan perlu tambahan bahwa perpustakaan daerah harus dimaksimalkan fungsinya dengan hadirnya taman-taman baca, perpustakaan mobile, sehingga kota Pangkep juga menjadi salah satu pendukung kegiatan literasi di Indonesia yang berbasis teknologi.
Dengan demikian sungai Pangkajene yang menjadi ikon sejarah tetap dalam karakternya dan mengalirkan perspektif baru tentang Pangkajene dalam arti sebenarnya dalam konteks sosial, budaya, sejarah, ekonomi, politik, tanpa mengesampingkan bidang literasi dan teknologi digital.
Gambar 2. Aktivitas Masyarakat di Ikon Kota Pangkep
B. Pengertian Banjir
Banjir merupakan salah satu bencana alam yang sering meresahkan masyarakat. Banjir merupakan peristiwa terbenamnya daratan yang biasa kering karena adanya volume air yang meningkat. Banjir adalah berair banyak dan deras dan kadang-kadang meluap (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Banjir merupakan proses meluapnya air sungai ke daratan sehingga dapat menimbulkan kerugian harta benda penduduk serta dapat menimbulkan korban jiwa, dapat merusak bangunan, sarana dan prasarana, lingkungan hidup serta merusak tata kehidupan masyarakat. Maka sudah semestinya dari berbagai pihak perlu memperhatikan hal-hal yang dapat mengakibatkan banjir dan sedini mungkin diantisipasi untuk memperkecil kerugian yang ditimbulkan (Robert J. Kodoatie dan Sugianto, 2002 dalam Abdul Kadir, 2016).
Banjir adalah peristiwa dimana daratan yang biasanya kering menjadi tergenang air yang disebabkan oleh tingginya curah hujan dan topografi wilayah berupa dataran rendahhingga cekung maupun kemampuan infiltrasi tanah rendah sehingga tidak mampu menyerap air. Bencana alam banjir termasuk bencana yang dapat diprediksi karena biasanya ditandai dengan hujan yang turun terus menerus atau akibat bendungan jebol. Meski demikian, bencana banjir sering sulit diantisipasi sehingga menimbulkan korban jiwa terutama banjir bandang akibat adanya penggundulan hutan di daerah hulu sungai. (Undang-Undang No. 24 Tahun 2007).
C. Jenis-Jenis Banjir
Berdasarkan Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003) memaparkan jenis-jenis banjir di tinjau dari aspek penyebabnya, jenis banjir yang ada dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis yaitu :
1. Banjir yang disebabkan oleh hujan yang lama, dengan intensitas rendah selama beberapa hari.
Dengan kapasitas penyimpanan air yang dimiliki oleh masing-masing Satuan Wilayah Sungai
(SWS) yang akhirnya terlampaui, maka air hujan yang terjadi akan menjadi limpasan yang
selanjutnya akan mengalir secara cepat ke sungai-sungai terdekat, dan meluap menggenangi areal
dataran rendah di kiri-kanan sungai. Jenis banjir ini termasuk yang paling sering terjadi di
Indonesia.
2. Banjir karena salju yang mengalir, terjadi karena mengalirnya tumpukan salju dan kenaikan suhu
udara yang cepat di atas lapisan salju. Aliran salju ini akan mengalir dengan cepat bila disertai
dengan hujan. Jenis banjir ini hanya terjadi di daerah yang bersalju.
3. Banjir bandang (flash flood), disebabkan oleh tipe hujan konvensional dengan intensitas yang
tinggi dan terjadi pada tempat-tempat dengan topografi yang curam di bagian hulu sungai. Aliran
air banjir dengan kecepatan tinggi akan memiliki daya rusak yang besar, dan akan lebih berbahaya
bila disertai dengan longsoran, yang dapat mempertinggi daya rusak terhadap yang dilaluinya.
4. Banjir yang disebabkan oleh pasang surut atau air balik (back water) pada muara sungai atau pada
pertemuan dua sungai. Kondisi ini akan menimbulkan dampak besar, bila secara bersamaan terjadi
hujan besar di daerah hulu sungai yang mengakibatkan meluapnya air sungai dibagian hilirnya
serta, disertai badai yang terjadi di lautan atau pantai.
Gambar 3. Kejadian Bencana Banjir di Kota Pangkep Tahun 2019
D. Faktor Penyebab Terjadinya Banjir
Menurut Mulyono, dalam bukunya Menangani Banjir, Kekeringan dan Lingkungan (2005 : 6) menjelaskan bahwa beberapa faktor penting penyebab banjir di Indonesia yaitu :
Faktor Hujan
Hujan bukanlah penyebab utama banjir dan tidak selamanya hujan lebat akan menimbulkan banjir. Begitu pula sebaliknya. Terjadinya atau tidaknya banjir justru sangat tergantung dari keempat faktor penyebab lainnya karena secara statistik hujan sekarang ini merupakan pengulangan belaka dari hujan yang terjadi di masa lalu. Hujan sejak jutaan tahun yang lalu berinteraksi dengan faktor ekologi, geologi dan vulkanik mengukir permukaan bumi menghasilkan lembah, ngarai, danau, cekungan serta sungai dan bantarannya. Permukaan bumi ini kemudian memperlihatkan secara jelas lokasi-lokasi rawan banjir yang perlu diwaspadai.
Penanggulangan banjir dari faktor hujan ini sangat sulit dan bahkan mustahil karena hujan adalah faktor ekstern yang digerakkan oleh iklim makro atau global. Usaha yang masih bisa dilakukan adalah menjauhkan pemukiman, industri dan pusat pertumbuhannya lainnya dari daerah banjir yang sudah secara historis dipetakan oleh hujan.
Faktor DAS
Daerah Aliran Sungai adalah wilayah tangkapan air hujan yang akan mengalir ke sungai yang bersangkutan. Perubahan fisik yang terjadi di DAS akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan DAS terhadap banjir. DAS dimaksudkan sebagai kemampuan DAS untuk menahan air di bagian hulu. Perubahan tata guna lahan, misalnya dari hutan dijadikan perumahan, perkebunan atau lapangan golf akan menyebabkan retensi DAS ini berkurang secara drastis. Seluruh air hujan akan dilepaskan DAS ke arah hilir. Sebaliknya semakin besar retensi suatu DAS semakin baik, karena air hujan dapat dengan baik diresapkan (diretensi) di DAS ini dan secara perlahan-lahan dialirkan ke sungai sehingga tidak menimbulkan banjir di hilir. Manfaat langsung peningkatan retensi DAS lainnya adalah bahwa konservasi air di DAS terjaga, muka air tanah stabil, sumber air terpelihara, kebutuhan air untuk tanaman terjamin dan fluktuasi debit sungai dapat stabil.
Retensi DAS dapat ditingkatkan dengan cara, program penghijauan yang menyeluruh baik di perkotaan, pedesaan atau kawasan lain, mengaktifkan reservoir-reservoir alamiah, pembuatan resapan-resapan air hujan alamiah dan pengurangan atau menghindari sejauh mungkin pembuatan lapisan keras permukaan tanah yang dapat berakibat sulitnya air hujan meresap ke tanah. Memperbaiki retensi DAS pada prinsipnya adalah memperbanyak kemungkinan air hujan dapat meresap secara alamiah kedalam tanah sebelum masuk ke sungai atau mengalir ke hilir.
Faktor Kesalahan Pembangunan Alur Sungai
Pola penanggulangan banjir serta longsor sejak abad ke-16 hingga akhir abad 20 di seluruh dunia adalah hampir sama, yaitu dengan pelurusan, sudetan, pembuatan tanggul, pembetonan dinding, dan pengerasan tampang sungai. Sungai-sungai di Indonesia 30 tahun terakhir ini juga mengalami hal serupa. Intinya pola ini adalah mengusahakan air banjir secepat-cepatnya dikuras ke hilir, tanpa memperhitungkan banjir yang akan terjadi di hilir.
Pola pelurusan dan sudetan mengakibatkan percepatan aliran air menuju hilir. Dibagian hilir akan menanggung volume aliran air yang jauh lebih besar dibanding sebelumnya. Jika tampang sungai di tempat ini tidak mencukupi maka akan terjadi peluapan kebagian bantaran. Jika bantaran sungai tidak cukup bahkan mungkin telah penuh dengan rumah-rumah penduduk, maka akan terjadi penggelembungan atau pelebaran aliran. Akibatnya areal banjir semakin lebar atau bahkan alirannya dapat berpindah arah. Pelurusan dan sudetan sungai pada hakekatnya merupakan penghilangan retensi atau pengurangan kemampuan retensi alur sungai terhadap aliran airnya.
Penyelesaian masalah banjir di suatu tempat dengan cara ini pada hakekatnya merupakan penciptaan masalah banjir baru di tempat lain dibagian hilirnya.
Jika saya mengamati kota Pangkejene Pangkep, juga mengalami pengurangan kemampuan retensi alur sungai terhadap aliran airnya karena pelurusan dan sudetan serta pembangunan bantaran sungai menjadi tempat wisata kota dan dibagian bantaran itu dibangun ruko atau rumah toko yang tidak hanya sebagai hunian tetapi juga sebagai pusat perekonomian masyarakat Pangkajene.
Faktor Pendangkalan
Faktor pendangkalan sungai termasuk faktor yang penting pada kejadian banjir. Pendangkalan sungai berarti terjadinya pengecilan tampang sungai, sehingga sungai tidak mampu mengalirkan air yang melewatinya dan akhirnya meluap atau banjir. Pendangkalan sungai dapat diakibatkan oleh proses pengendapan atau sedimentasi terus-menerus terutama di bagian hilir sungai. Proses sedimentasi dibagian hilir ini dapat disebabkan karena erosi yang intensif di bagian hulu. Masalah pendangkalan sungai ini sudah sangat serius dan ditemukan di hampir seluruh daerah hilir atau muara di Indonesia.
Pendangkalan sungai juga dapat diakibatkan oleh akumulasi endapan sampah yang dibuang masyarakat ke sungai. Sampah domestik yang dibuang oleh warga masyarakat ke sungai terutama di kota-kota besar akan berakibat terjadinya pendangkalan dan penutupan alur sungai sehingga aliran air tertahan akhirnya sungai meluap.
Faktor Tata Wilayah Dan Pembangunan Sarana Prasarana
Kesalahan fatal yang sering dijumpai dalam perencanaan tata ruang wilayah adalah penetapan kawasan pemukiman atau pusat perkembangan justru di daerah-daerah rawan banjir. Terlebih lagi perkembangan tata wilayah juga sering tidak bisa dikendalikan, sehingga mengarah ke daerah banjir. Sebagai contoh, banyak sekali perumahan baru yang dibangun di daerah bantaran dan tebing sungai yang rawan banjir dan longsor. Demikian juga banyak terjadi bahwa pembangunan jalan tol, jalan provinsi, tanggul, saluran drainase justru dapat menyebabkan terjadinya banjir di kawasan tertentu karena salah dalam perencanaannya. Sehingga air tertahan tidak bisa lancar keluar dari kawasan ini atau semua air mengalir menuju ke kawasan ini hingga menyebabkan banjir. Penyelesaian masalah ini tidak bisa digeneralisasi.
Adapun identifikasi penyebab utama kawasan rawan bencana banjir menurut Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Penataan Ruang Dan Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Rawan Bencana Banjir, 2006 yaitu :
a. Faktor Kondisi Alam
Beberapa aspek yang termasuk dalam faktor kondisi alam penyebab banjir adalah kondisi alam misalnya letak geografis wilayah, kondisi topografi, geometri sungai (misalnya meandering, penyempitan ruas sungai, sedimentasi, dan adanya ambang atau pembendungan alami pada ruas sungai), serta pemanasan global yang menyebabkan kenaikan permukaan air laut. Tidak tertutup kemungkinan terjadinya degradasi lahan, sehingga menambah luasan areal dataran rendah.
b. Faktor Peristiwa Alam
Peristiwa alam yang biasa terjadi seperti curah hujan yang tinggi dan lamanya hujan, air laut pasang yang mengakibatkan pembendungan di muara sungai, air/arus balik atau back water dari sungai utama, penurunan muka air tanah (land subsidence), membendung aliran sungai akibat longsor, sedimentasi dan aliran lahar dingin.
c. Aktivitas Manusia
Beberapa aktivitas manusia yang dapat menyebabkan banjir seperti halnya pembudidayaan daerah dataran banjir, peruntukan tata ruang di dataran banjir yang tidak sesuai, belum adanya pola pengelolaan dan pengembangan dataran banjir, pemukiman di bantaran sungai, sistem drainase yang tidak memadai, terbatasnya tindakan mitigasi banjir, kurangnya kesadaran masyarakat di sepanjang alur sungai, penggundulan hutan di daerah hulu, terbatasnya upaya pemeliharaan bangunan pengendali banjir, elevasi bangunan tidak memperhatikan peil banjir.
E. Tipologi Kawasan Rawan Banjir
Kawasan rawan banjir merupakan kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana banjir sesuai karakteristik penyebab banjir, kawasan tersebut dapat dikategorikan menjadi empat tipologi (Kementerian Pekerjaan Umum, 2006) sebagai berikut :
1. Daerah Pantai
Daerah pantai merupakan daerah yang rawan banjir karena daerah tersebut merupakan dataran rendah yang elevasi permukaan tanahnya lebih rendah atau sama dengan elevasi air laut pasang rata-rata (meansea level) dan tempat bermuaranya sungai yang biasanya mempunyai permasalahan penyumbatan muara.
Kawasan ini banyak terdapat di kota-kota besar (urban area) di dunia, sehingga sering terjadi bencana banjir yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar seperti korban jiwa, harta benda, serta merusak prasarana dan sarana kota.
2. Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area)
Daerah dataran banjir (floodplain area) adalah daerah di kanan kiri sungai yang muka tanahnya sangat landai dan relatif datar, sehingga aliran air menuju sungai sangat lambat yang mengakibatkan daerah tersebut rawan terhadap banjir baik oleh luapan air sungai maupun karena hujan lokal. Kawasan ini umumnya terbentuk dari endapan lumpur yang sangat subur, sehingga merupakan daerah pengembangan (pembudidayaan) seperti perkotaan, pertanian, pemukiman dan pusat kegiatan perekonomian, perdagangan, industri dan lain-lain.
3. Daerah Sempadan Sungai
Daerah sempadan sungai merupakan daerah rawan bencana banjir yang disebabkan pola pemanfaatan ruang budidaya untuk hunian dan kegiatan tertentu. Pemanfaatan lahan yang sering ditemui pada daerah sempadan antara lain untuk budidaya pertanian dengan jenis tanaman yang diizinkan, untuk kegiatan niaga, penggalian dan penimbunan, untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan, serta rambu-rambu pekerjaan, untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa air minum, untuk pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan, jembatan baik umum maupun kereta api, untuk penyelenggaraan kegiatan kegiatan bersifat sosial dan kemasyarakatan dan keamanan fungsi serta fisik sungai, untuk pembangunan prasarana lalu lintas air dan bangunan pengambilan dan pembuangan air.
Di daerah perkotaan yang padat, daerah sempadan sungai sering dimanfaatkan oleh penduduk sebagai tempat hunian dan kegiatan usaha, sehingga sering menimbulkan dampak bencana banjir yang membahayakan jiwa dan harta benda. Sama halnya yang terjadi di kota Pangkajene, Pangkep daerah sempadan sungai digunakan oleh penduduk sebagai tempat hunian atau ruko yang biasa dikenal dengan rumah toko di mana tempat hunian bersatu dengan kegiatan usaha.
4. Daerah Cekungan
Daerah cekungan merupakan daerah yang relatif cukup luas baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Apabila penataan kawasan tidak terkendali dan sistem drainase yang kurang memadai, dapat menjadi daerah rawan banjir. Tipologi kawasan rawan bencana banjir merupakan klasifikasi kawasan berdasarkan penyebab, sehingga arahan/usulan pengelolaan atau pemanfaatan ruang dapat lebih praktis.
F. Citra Penginderaan Jauh Berbasis Literasi Digital
Menjelang akhir abad ke-20 hingga memasuki abad ke 21, dunia telah berada pada era globalisasi cyberspace (dunia maya) keinginantahuan masyakarat dalam hal informasi tidak terbendung lagi sehingga bermunculan pula berbagai jenis sosial media yang bisa diakses dengan mudah akibat teknologi smartphone. Tahun 2017 dari lembaga riset internasional Hootsuite tepatnya di Singapura merilis hasil risetnya mengenai penggunaan internet di seluruh dunia dengan menempatkan Indonesia sebagai negara dengan pengguna internet tertinggi dari seluruh dunia (Hootsuite, 2017 dalam Muh. Aris Marfal dan Jalaluddin Rumi Prasad).
Pustekkom (2017) juga mengemukakan bahwa literasi digital menjadi bagian perencanaan dalam jangka panjang UNESCO. Dalam roadmap UNESCO (2015-2020). Literasi digital menjadi pilar penting untuk masa depan pendidikan. Literasi digital menjadi basis pengetahuan yang didukung oleh teknologi informasi, sehingga guru dalam hal ini sebagai mata rantai dari Pustekkom kemdikbud, menjadi inovator yang perlu meningkatkan kreativitas dalam pengajarannya dalam pengembangan pendidikan di era cyberspace (Pustekkom, 2017 dalam Muh. Aris Marfal dan Jalaluddin Rumi Prasad).
Sejalan dengan hal di atas guru yang merupakan sang inovator memiliki kewajiban dalam mengenalkan hal-hal baik dalam dunia cyberspace kepada siswa sebagai generasi millenial. Salah satu yang dapat dilakukan adalah mengenalkan, mengajarkan dan mengimplementasikan smartphone dalam pembelajaran melalui berbagai aplikasi yang tersedia termasuk membuat video-video pembelajaran. Geografi dalam hal ini materi Penginderaan Jauh dapat menggunakan aplikasi Google Map, GPS sebagai sarana dalam memahami materi Penginderaan Jauh dan Mitigasi Bencana. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan beberapa hal tentang Penginderaan Jauh dalam kaitannya dengan Mitigasi Bencana Alam.
Pada awal mulanya teknologi penginderaan jauh ini diperuntukan untuk kepentingan militer, pengaturan strategi, dan pengetahuan tentang kondisi wilayah musuh. Namun, saat ini teknologi ini telah digunakan untuk berbagai macam keperluan seperti meteorologi (dinamika atmosfer, pemantauan awan, dan prediksi cuaca), penelaahan dan pemantauan lingkungan (perkembangan perkotaan, bencana alam), pemantauan dan deteksi perubahan global (pemantauan lubang ozon, deforestrasi, dan pemanasan global), pertanian (kondisi tanaman, prediksi panen, dan erosi tanah), eksplorasi sumberdaya alam yang tidak terbaharui (mineral, minyak, dan gas alam), sumber daya alam terbaharui (hutan, tanah, laut), dan untuk pemetaan (topografi, penggunaan lahan, dan sarana dan prasarana).
Hasil perekaman oleh alat yang dibawa oleh suatu wahana ini selanjutnya disebut sebagai data penginderaan jauh. Lindgren (1985 dalam Sutanto, 1987) mengungkapkan bahwa penginderaan jauh adalah berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi, infomasi ini khusus berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi.
Gambar 4. Citra Penginderaan Jauh Kota Pangkep
G. Penginderaan Jauh Dapat Membantu Dalam Penilaian Kerusakan (Damage Assessment)
Pada tahap tanggap darurat, data Penginderaan Jauh di kombinasi dengan Global Positioning System (GPS) bermanfaat di dalam operasi pencarian dan pertolongan pada daerah-daerah yang sulit dijangkau. Dampak setelah terjadinya bencana mengakibatkan kerusakan infrastruktur. Penginderaan jauh dapat membantu di dalam penilaian kerusakan dan pemantauan akibat bencana dan memberikan dasar kuantitatif dalam operasi penanggulangan bencana. Penginderaan jauh digunakan untuk memetakan situasi baru dari kejadian bencana dan membaharui database untuk rekonstruksi daerah, dan dapat digunakan dalam membantu proses pencegahan jika terjadi bencana lagi.
Beberapa contoh manfaat dalam aplikasi penginderaan jauh adalah:
1. Identifikasi penutupan lahan (landcover)
2. Identifikasi dan monitoring pola perubahan lahan
3. Manajemen dan perencanaan wilayah
4. Manajemen sumber daya hutan
5. Eksplorasi mineral
6. Pertanian dan perkebunan
7. Manajemen sumber daya air
8. Manajemen sumber daya laut
9. Mitigasi Bencana
H. Geografi Dalam Mitigasi Bencana
Dalam pelajaran Geografi terdapat materi manajemen bencana. Materi ini menjadi semakin diminati oleh guru dan siswa akibat adanya fenomena alam yang terjadi hampir di seluruh penjuru tanah air, utamanya di Sulawesi Selatan, awal tahun 2019 provinsi Sulawesi Selatan mengalamai banjir dan longsor yang besar berdampak pada enam kabupaten/kota yaitu Jeneponto, Gowa, Makassar, Maros, Pangkep dan Barru yang mengakibatkan korban jiwa dan kerugian material.
Menurut PP No. 21 Tahun 2008, mitigasi bencana adalah rangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Ada beberapa faktor yang menambah kerentangan bencana alam di Indonesia, faktor ini dapat disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, yaitu:
1. Berada Di Lokasi Berbahaya
Morfologi kepulauan Indonesia sangat beranekaragam mulai dari dataran rendah, perbukitan, pantai hingga pegunungan. Keanekaragaman morfologi tersebut selain berdampak positif juga berdampak negatif khususnya terhadap ancaman bencana yang siap menerjang sewaktu-waktu. Misalnya masih banyak warga yang bermukim di sekitar lereng gunung api, di daerah tebing rawan longsor sampai di bantaran sungai. Hal tersebut tentunya bisa mengancam jiwa individu yang tinggal di daerah rawan bencana tersebut.
2. Kemiskinan
Kondisi masyarakat Indonesia yang masih berada di bawah garis kemiskinan (Data BPS 2014 menunjukkan 10% dari total populasi) berdampak pada mental dan pola pikir masyarakat yang tidak begitu memahami tentang bahaya bencana di setiap daerah. Pendidikan mitigasi bencana yang minim mengakibatkan masyarakat tidak mengetahui bagaimana cara-cara mengantisipasi dan menanggulangi bencana yang tepat.
3. Urbanisasi
Ketimpangan pembangunan di desa dengan kota mengakibatkan masyarakat di desa pindah ke kota dengan tujuan memperbaiki nasib dan kesejahteraan mereka. Secara sosial masyarakat desa mungkin akan berubah tingkat kesejahteraannya namun di sisi lain urbanisasi yang tidak terkendali membuat wilayah perkotaan menjadi over capacity sehingga mengakibatkan timbulnya masalah baru seperti pemukiman kumuh, kemacetan dan penyempitan sempadan sungai. Penyempitan sungai akibat desakan pemukiman menyebabkan banjir selalu datang ketika musim hujan tiba. Seperti halnya Kabupaten Pangkep dimana bantaran sungai dipenuhi oleh pemukiman penduduk seperti ruko-ruko atau rumah toko yang dijadikan rumah sekaligus aktivitas ekonomi seperti café, salon, dll sehingga luapan air sungai selalu merendam pemukiman di sekitarnya ketika hujan tiba.
4. Kerusakan Lingkungan
Degradasi lingkungan seringkali mengawali dari timbulnya bencana di suatu daerah. Perambahan hutan di daerah hulu sering menyebabkan terjadinya banjir bandang, pembakaran lahan untuk perkebunan menyebabkan terjadinya polusi asap. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang kondisinya semakin kritis juga menyebabkan banjir dan kekeringan. Eksploitasi sumber daya yang berlebihan oleh manusia tanpa memperhatikan prinsip dan etika lingkungan menyebabkan bencana semakin mudah untuk menghampiri.
5. Perubahan Budaya
Budaya merupakan salah satu hal yang melekat pada diri manusia dan dapat dilihat sehari-hari. Masyarakat Indonesia sejatinya dari zaman dahulu memiliki kearifan lokal (local wisdom) untuk senantiasa menjaga keseimbangan ekologis agar bencana dapat dihindari. Akan tetapi seiring kemajuan IPTEK dan modernisasi di berbagai bidang, budaya kearifan lokal masyarakat Indonesia dalam menjaga kelestarian lingkungan semakin luntur. Hanya di beberapa desa tradisional kearifan lokal yang masih dilestarikan. Hal sepele ini seperti membuang sampah pada tempatnya sudah tidak lagi dihiraukan oleh masyarakat sehingga sampah banyak menumpuk di jalan, selokan sampai sungai. Ketika hujan datang, sampah yang menumpuk akan menghambat laju air sehingga timbul banjir.
6. Kurangnya Informasi dan Kesadaran
Penyebarluasan tentang informasi daerah rawan bencana menjadi salah satu agenda yang harus cepat dilakukan. Masyarakat di seluruh penjuru Indonesia harus diberikan pendidikan tentang kebencanaan sejak dini. Hal tersebut harus dilakukan secara berkelanjutan agar masyarakat memiliki kesadaran tentang pentingnya memahami karakteristik wilayah dan potensi bencana yang akan dihadapi di masa depan.
Pendidikan mitigasi bencana di negara rawan bencana khususnya bencana geologi seperti Indonesia sangat penting agar masyarakat Indonesia memiliki karakter yang siap siaga dalam menghadapi setiap bencana yang akan menghampiri. Kejadian harus menjadi perhatian utama pemerintah Indonesia, khususnya lembaga pendidikan sebagai rantai utama dalam pembelajaran. Guru harus dibekali ilmu mitigasi bencana atau pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana sehingga dapat ditungkan kedalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan LKPD terutama pelajaran Geografi sebaiknya diterapkan mulai Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, SMA/MA/SMK dan Pendidikan Khusus. Sehingga siswa dapat mengenal dasar-dasar kebencanaan mulai dari hakikat bencana, pendidikan mitigasi bencana dan tahapan penanggulangan bencana.
Secara umum kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam penanggulangan bencana atau managemen bencana adalah sebagai berikut: pencegahan, pengurangan dampak bahaya, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan (rehabilitasi dan rekonstruksi), dan pembangunan berkelanjutan yang mengurangi risiko bencana.
Pencegahan (prevention) adalah upaya yang dilakukan untuk menghilangkan sama sekali atau mengurangi ancaman. Mitigasi atau pengurangan (mitigation) merupakan upaya untuk mengurangi atau meredam risiko. Kegiatan mitigasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu fisik dan nonfisik.
Kesiapsiagaan (preparedness) adalah upaya menghadapi situasi darurat serta mengenali berbagai sumber daya untuk memenuhi kebutuhan pada saat itu. Hal ini bertujuan agar warga mempunyai persiapan yang lebih baik untuk menghadapi bencana.
Tanggap darurat (rescue and relief) dilakukan segera setelah bencana terjadi untuk mengurangi dampak bencana, seperti penyelamatan jiwa dan harta benda.
Pemulihan (rehabilitation) adalah upaya yang dilakukan untuk mengembalikan kondisi hidup dan kehidupan masyarakat seperti semula atau lebih baik dibanding sebelum bencana terjadi melalui kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Pembangunan berkelanjutan (recontruction) adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mempertimbangkan faktor risiko bencana sehingga masyarakat akan mampu mencegah, mengurangi, menghindari ancaman atau bahaya dan memulihkan diri dari dampak bencana.
I. Laporan Praktik Baik Yang Relevan
Penelitian terdahulu dengan kajian yang hampir sama yaitu kerawanan banjir di kabupaten Pangkep sebelumnya sudah pernah dilakukan. Berikut beberapa penelitian dengan kajian yang hampir sama. Pertama, Abdul Kadir (2016) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengelolaan Kawasan Rawan Banjir Berbasis Zonasi Di Kabupaten Pangkep. Fokus dalam penelitian ini yaitu untuk menjelaskan zonasi kawasan rawan banjir Daerah Aliran Sungai (DAS) Pangkajene kabupaten Pangkep, untuk menjelaskan pola pengelolaan kawasan rawan banjir berbasis zonasi Daerah Aliran Sungai (DAS) kabupaten Pangkep. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan kepustakaan dan survey lapangan.
Kedua, Penelitian dari Muh. Alief Rusli Putra (2017) dengan judul Pemetaan Kawasan Rawan Banjir Berbasis SIG Untuk Menentukan Titik Dan Rute Evakuasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerawanan banjir berbasis SIG di kota Pangkep Kabupaten Pangkep, untuk menentukan arahan titik dan rute evakuasi bencana banjir di kota Pangkep Kabupaten Pangkep. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif atau penelitian terapan.
Ketiga, Arfina Paharuddin Sakka (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep). Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan zona risiko bencana banjir bandang di kabupaten Pangkep dengan menggunakan software SIG. Parameter yang digunakan yaitu curah hujan, kemiringan lereng, ketinggian atau elevasi, penggunaan lahan, status hutan, jenis tanah, data indeks ancaman banjir, indeks ancaman longsor, dan data kapasitas
J. Kerangka Pemikiran
Gambar 5. Kerangka Pikir
K. Hipotesis/Solusi
Pemanfaatan citra penginderaan jauh berbasis literasi digital adalah salah satu pemanfaatan media teknologi digital yang berupaya membantu guru dan siswa dalam memahami materi mitigasi bencana alam khususnya bencana banjir yang terjadi di kota Pangkep. Memahami secara mendasar penyebab bencana banjir merupakan pemahaman dasar bagi guru dan siswa maupun masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana alam. Oleh karena itu citra penginderaan jauh diharapkan mampu membantu dalam memberikan pemahaman dasar tentang penyebab bencana banjir, kemudian mampu memplot titik-titik yang rawan bencana selanjutnya guru dan siswa dapat menganalisis upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko bencana banjir.
Bencana alam tidak dapat diprediksi, namun bencana alam banjir dapat diprediksi karena dapat diamati seperti terjadinya hujan yang lama atau terus menerus dan hal itu biasa terjadi pada musim hujan. Oleh karena itu sebelum musim hujan tiba, karena masyarakat sudah memahami penyebab banjir , maka dapat mengantisipasi sedini mungkin atau menghindari penyebabnya seperti membuang sampah pada tempatnya (tidak membuang sampah di sungai), sedangkan Pemerintah dapat mengambil kebijakan seperti memperbaiki drainase, mengeruk sampah dan pengendapan material di saluran pembuangan air seperti kanal, selokan utama. Dan yang paling utama adalah pengerukan sungai akibat sedimentasi atau pendangkalan.
Citra Penginderaan Jauh dapat menjadi salah satu solusi dalam memahami penyebab bencana alam khususnya banjir dan hal ini memang merupakan salah satu fungsi Citra Penginderaan Jauh, membuat plot dari titik-titik yang rawan bencana misalnya banjir kemudian dari hasil analisis titik-titik rawan itu dapat diidentifikasi upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko bencana alam tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Banjir Di Kota Pangkep
Ditinjau dari kondisi alam Kabupaten Pangkep, daerah ini merupakan penyatuan 3 (tiga) dimensi yaitu pulau, darat dan gunung, khusus untuk Kota Pangkep merupakan daerah dataran dengan berbagai fungsi lahan seperti sawah, tambak, kebun. Tambak merupakan lahan yang paling besar diminati oleh masyarakat Pangkep karena memiliki varietas ekosistem seperti udang, ikan bandeng, ikan mujair walaupun harus memiliki modal yang besar dibandingkan dengan sawah yang hanya memiliki satu varietas yaitu padi.
Lahan sawah memiliki rentang waktu panen relatif lebih lama dan dalam setahun kadang hanya 1-2 kali panen saja, sementara pada lahan tambak bisa dipanen 2-3 kali dalam setahun. Hal ini pula yang menjadi salah satu penyebab tingginya banjir di daerah ini karena adanya alih fungsi lahan dari persawahan dan perkebunan menjadi tambak. Selain itu bencana banjir banjir yang terjadi diakibatkan air hujan dan luapan air sungai maupun banjir bandang. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor yaitu :
1. Faktor Hujan
Hujan bukanlah penyebab utama banjir dan tidak selamanya hujan lebat akan menimbulkan banjir apabila kondisi sungai tidak dangkal, kemampuan DAS dalam menahan air di bagian hulu, adanya pembangunan alur sungai dan pembangunan sarana dan prasarana yang terkoordinasi dengan baik.
Usaha yang masih bisa dilakukan adalah menjauhkan pemukiman penduduk, industri dan pusat pertumbuhannya lainnya dari daerah banjir yang sudah secara historis dipetakan oleh hujan. Berkaitan dengan kondisi kota pangkep yang merupakan salah satu kabupaten/kota di Indonesia yang secara makro merupakan daerah tropis dengan curah hujan tinggi maka perlu perhatian besar dari Pemerintah daerah untuk mengeluarkan aturan atau Perda tentang pembangunan hunian atau ruko tidak mendekati areal bantaran sungai, memindahkan pasar ke lokasi terminal baru yang merupakan pusat pertumbuhan di kota pangkep.
Terminal baru yang telah dibangun tidak terekspos bahkan tidak berkembang karena kendaraan antar kota tidak diberikan aturan untuk menggunakan salah satu sarana dan prasarana yaitu terminal pusat. Hal ini merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Perhubungan dan Dinas Tata Ruang Kota untuk memberikan kontribusi ide, pikiran dan tenaga untuk memajukan kota Pangkep. Ini adalah salah satu kelemahan dalam pengembangan daerah.
2. Faktor Daerah Aliran Sungai (DAS)
Perubahan fisik akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan DAS terhadap banjir untuk menahan air di bagian hulu. Perubahan fungsi lahan, misalnya dari hutan dijadikan perumahan, perkebunan atau lapangan golf akan menyebabkan retensi atau kekuatan DAS berkurang. Seluruh air hujan akan dilepaskan DAS ke arah hilir. Manfaat langsung peningkatan retensi DAS adalah bahwa konservasi air di DAS terjaga, muka air tanah stabil, sumber air terpelihara, kebutuhan air untuk tanaman terjamin dan fluktuasi debit sungai lebih stabil.
Kabupaten Pangkep dialiri oleh 5 (lima) sungai yang cukup besar yang mengalir dari timur ke barat. Sungai yang terdapat di Kabupaten Pangkep semuanya langsung bermuara ke lautan, sehingga airnya masih dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Curah hujan yang tinggi di Kabupaten Pangkep terjadi pada bulan Desember dan Februari.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan lokasi daerah rawan banjir terdapat di Kecamatan Labakkang, Ma’rang, Segeri dan Kecamatan Mandalle, terutama pada daerah yang masih terpengaruh oleh pasang-surut air laut. (Arfina, Jurnal Geofisika, 2014).
Daerah Aliran Sungai di Kota Pangkep utamanya di daerah hulu tidak menampakkan pembangunan yang signifikan, kenampakan alam di daerah hulu di dominasi oleh hutan sehingga kerusakan daerah hulu bukan menjadi penyebab utama banjir di kota ini. Yang paling memiliki potensi besar untuk menjadi penyebab banjir adalah pendangkalan sungai di daerah hilir, pembuangan sampah di sungai menyebabkan endapan sampah, saluran drainase yang tidak luas dan penumpukan sampah di kanal.
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Bidang Sungai dan Pantai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pangkep, yaitu Bapak Kallang Ambo Dalle mengatakan untuk mencegah banjir yang selalu datang setiap musim penghujan, Pemerintah Kabupaten Pangkep melakukan berbagai upaya mulai dari pembangunan talud yagn tersebar di 20 titik rawan banjir dan pengerukan sungai. Untuk pengerukan sungai Pangkajene yang mengalami pendangkalan dalam beberapa tahun terakhir akan dimulai pada bulan April (makassar terkini.id).
Retensi DAS dapat ditingkatkan melalui reboisasi atau penghijauan, pembuatan resapan-resapan air hujan alamiah seperti penanaman pohon di daerah hulu dan sepanjang daerah aliran sungai, mengganti pohon yang rusak atau mati, dan pengurangan atau menghindari sejauh mungkin pembuatan lapisan keras permukaan tanah yang dapat berakibat sulitnya air hujan meresap ke tanah. Akan tetapi hal inilah yang terjadi di Kota Pangkep kurangnya drainase, penyempitan saluran air dan meningkatnya pembangunan rumah hunian di tepian sungai.
3. Faktor Kesalahan Pembangunan Alur Sungai
Kesalahan pembangunan alur sungai yang dimaksud adalah dibangunnya pola pelurusan dan sudetan mengakibatkan percepatan aliran air menuju hilir. Dibagian hilir akan menanggung volume aliran air yang jauh lebih besar dibanding sebelumnya. Di daerah bantaran sungai kota Pangkep telah dipenuhi dengan rumah hunian yang sekaligus menjadi pusat pertumbuhan ekonomi.
Pinggiran sungai telah dibangun dinding tembok untuk mengurangi erosi atau pengikisan air terhadap tanah yang merupakan dinding aliran sungai. Pembangunan dinding tembok ini bersifat positif karena mengurangi pengikisan air, akan tetapi disisi kanan dan kiri sungai terdapat rumah-rumah penduduk yang setiap saat membuang sampah rumah tangga ke sungai.
Pelurusan dan sudetan sungai pada hakekatnya merupakan penghilangan retensi atau pengurangan kemampuan retensi alur sungai terhadap aliran airnya.
Gambar 8. Rumah Penduduk Di Pinggir Sungai
4. Faktor Pendangkalan
Pendangkalan sungai berarti terjadinya pengecilan tampang sungai, sehingga sungai tidak mampu mengalirkan air yang melewatinya dan akhirnya meluap atau banjir. Pendangkalan sungai dapat diakibatkan oleh proses pengendapan atau terjadinya sedimentasi terutama di bagian hilir sungai. Jika ditinjau dari kondisi geografis kota pangkep dimana mengalir 5 sungai besar yang mengalir dari arah timur ke arah barat maka dapat dipastikan terjadi pendangkalan atau sedimentasi dalam jumlah yang besar.
Selain itu dapat pula didukung dengan akumulasi endapan sampah yang dibuang masyarakat ke sungai. Sampah domestik yang dibuang oleh warga masyarakat ke sungai akan berakibat terjadinya pendangkalan dan penutupan alur sungai sehingga aliran air tertahan akhirnya sungai meluap.
Gambar 9. Pendangkalan Sungai
5. Faktor Tata Wilayah Dan Pembangunan Sarana Prasarana
Berkaitan dengan tata ruang kota pangkep dapat disimpulkan bahwa penetapan kawasan pemukiman atau pusat perkembangan justru di daerah-daerah rawan banjir contohnya, terdapat hunian penduduk di samping kanan dan kiri sungai yang merupakan bagian bantaran dan tebing sungai yang rawan banjir dan longsor. Demikian juga pembangunan tanggul utama dan saluran drainase justru dapat menyebabkan terjadinya banjir karena tidak diperluas dan bukan bagian dari pembangunan utama daerah padahal jika diamati terjadi pendangkalan atau sedimentasi pada saluran drainase tersebut.
Gambar 10. Kanal, Drainase Yang Mengalami Pendangkalan
Menurut saya pribadi perlu perbaikan tata ruang kota Pangkep, karena daerah ini sangat kaya dengan sumber daya alamnya, yang terdiri dari 3 (tiga) dimensi yaitu lautan, daratan, dan pegunungan. Ketiga hal ini dapat digunakan sebagai pendukung pembangunan daerah, utamanya perbaikan tata ruang kota utamanya disekitar bantaran sungai yang sebaiknya tidak dihuni oleh penduduk, lokasi pasar dipindahkan dekat dengan terminal baru, sehingga rumah penduduk yang berada di sekitar pasar saat ini tidak terganggu oleh kemacetan, kebisingan kendaraan dan polusi.
Di sekitar pinggiran sungai dapat dibudidayakan atau ditanami mangrove atau tanaman bakau yang banyak ditemui di daerah ini, bahkan dapat dijadikan objek wisata alam suatu hari nanti jika tanaman mangrove sudah tumbuh dan berkembang. Kemudian sebagai tambahan perlu ditetapkan lokasi penjualan atau lapak misalnya diberi nama “Pusat Jajanan Khas Kota Pangkep” karena penjual dengan berbagai macam makanan dan minuman tidak terkoordinir dengan baik, mereka menempati pinggiran lapangan dan taman kota yang merupakan ikonik Kota Pangkep.
B. Opini Pakar Yang Relevan
Beberapa hasil penelitian terkait banjir di Kabupaten Pangkep yang dimuat pada jurnal menjelaskan bahwa :
1. Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep) oleh Arfina, Paharuddin dan Sakka.
Pada penelitian ini telah dilakukan Anlisis Spasial untuk Mitigasi Bencana Banjir Bandang. Penelitian ini bertujuan mentukan zona risiko bencana banjir bandang di Kabupaten Pangkep artinya secara keseluruhan wilayah Pangkep dengan menggunakan software Sistem Informasi Geografis (SIG). Parameter yang digunakan adalah curah hujan, kemiringan lereng, ketinggian (elevasi), penggunaan lahan, status hutan, jenis tanah, dataindeks ancaman banjir, indeks ancaman longsor, dan data kapasitas (RTRW, jumlah rumah sakit, peringatan dini, kelembagaan, dan kesiapsiagaan).
Analisis spasial yang dilakukan pada tahap ini adalah overlay (tumpang tindih) terhadap semua peta tematik yang menjadi parameter banjir. Penentuan indeks risiko bencana banjir bandang dilakukan sebagai fungsi dari persamaan risiko bencana secara umum, yaitu Risiko = Ancaman x Kerentanan/Kapasitas. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa Kecamatan yang memiliki tingkat risiko tinggi yaitu sebagian besar di Kecamatan Tondong Tallasa dan Balocci sekitar 37,86%. Hal ini disebabkan karena daerah Tondong Tallasa dan Balocci merupakan daerah pegunungan. Sedangkan yang memiliki risiko sedang yaitu sebagian daerah di kecamatan Mnadalle, Segeri, dan Minasa Te’ne sekitar 39,34%. Untuk kecamatan yang memiliki risiko rendah yaitu sebagian wilayahn di kecamatan Mandalle, Ma’rang, Bungoro, Labakkang dan Pangkajene sekitar 22, 78%.
2. Data Pengalaman Guru Yang Bersangkutan
Bencana alam yang terjadi di Indonesia utamanya banjir yang terjadi di Kota Pangkep tahun 2019 ini telah menelan banyak korban jiwa dan material. Oleh karena itu perlu perhatian besar dari semua kalangan utamanya guru dan siswa sebagai objek pembelajar yang dapat membantu masyarakat dalam memberikan penjelasan tentang penyebab banjir dan upaya dalam mengurangi bencana tersebut yang dapat diaplikasikan di lngkungan keluarga, sekolah dan masyarakat luas.
Guru dituntut bukan hanya mampu mengajar, membimbing, membina tetapi juga dapat membentuk karakter siswa, memanfaatkan teknologi, melaksanakan dan meningkatkan literasi dan penilaian. Sehingga kejadian bencana banjir merupakan masalah yang dapat dituangkan dalam proses pembelajaran, dalam hal ini pelajaran geografi sesuai dengan mata pelajaran keahlian penulis.
Penginderan Jauh adalah salah satu materi pelajaran Geografi yang diajarkan pada kelas XII baik kelas peminatan maupun kelas lintas minat adalah suatu metode pengambilan gambar atau foto dari tempat yang jauh tanpa kontak langsung dengan objek di permukaan bumi. Hasil dari pada pengambilan objek ini disebut Citra Foto. Citra Penginderaan Jauh sejatinya diaplikasikan di laboratorium komputer menggunakan aplikasi Penginderaan Jauh akan tetapi karena keterbatasan sarana di sekolah sehingga materi Penginderaan Jauh menggunakan hasil pemotretan yang disebut citra foto yang dapat diambil di google map untuk memplotting titik-titik rawan banjir.
Kaitan Citra foto Penginderaan Jauh dengan daerah bencana banjir adalah dengan Citra Penginderaan Jauh ini guru, siswa atau pun pengguna lainnya dapat menggunakannya sebagai objek pengamatan. Dalam ilmu geografi semua benda di permukaan bumi baik makhluk hidup maupun benda mati adalah objek. Beberapa titik objek yang diambil dari google map berkaitan dengan titik-titik rawan banjir di kota pangkep digunakan oleh siswa untuk membandingkan antara objek di permukaan bumi dengan citra foto udara tersebut yang dalam hal ini sebagai pengamat banjir.
Siswa menggunakan Citra Penginderaan Jauh untuk mengamati, menetapkan lokasi, menganalisis kemudian mempresentasekan hasil diskusi kelompoknya.
C. Penerapan Citra Penginderaan Jauh Dalam Pembelajaran
Pembelajaran aktif, kreatif dan inovatif merupakan tanggung jawab guru di dalam dan di luar kelas. Diibaratkan sebuah film, dalam proses kegiatan tersebut, guru sebagai sutradara sedangkan siswa sebagai aktor dan aktrisnya yang diatur oleh sebuah skenario pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan Siswa (LKPD) dan ditunjang oleh alat-alat perfilman yang merupakan sebuah media pembelajaran. Media pembelajaran selayaknya menarik, menimbulkan motivasi belajar, menghidupkan kelas, menciptakan rasa penasaran siswa, kekinian sesuai dengan generasi digital native.
Citra Penginderan Jauh adalah salah satu bentuk media dalam pembelajaran khususnya untuk mata pelajaran Geografi. Materi ini menimbulkan rasa penasaran siswa karena baru pertama kali mendengar dan mendapatkan tugas menginterpretasi sebuah Citra yang berkaitan langsung dengan daerah mereka. Guru menyediakan Lembar Kegiatan Siswa (LKPD) yang akan dikerjakan secara berkelompok. Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh siswa dalam mengunakan citra Penginderaan Jauh dalam pembelajaran, yaitu :
1. Menganalisis penyebab bencana banjir di Kota Pangkep
Guru membagi siswa dalam 5 kelompok secara heterogen berdasarkan tingkat kecerdasan dan literature yang dimiliki seperti smartphone karena membantu dalam mencari materi. Secara berkelompok siswa mendiskusikan hal-hal yang menjadi penyebab banjir, seperti faktor hujan, faktor Daerah Aliran Sungai, faktor kesalahan dalam pembangunan alur sungai, faktor pendangkalan dan faktor tata wilayah dan pembangunana sarana dan prasarana.
2. Memplotting titik-titik rawan banjir
Langkah kedua yang dilakukan oleh setiap kelompoom adalah memplotting titik-titik yang rawan bencana banjir pada citra foto yang dibagikan oleh guru menggunakan spidol berwarna merah dengan memberikan tanda segiempat. Siswa dapat membandingkan citra foto dengan beberapa gambar lokasi objek yang terdampak banjir pada bulan februari lalu pada Lembar Kegiatan Peseta Didik yang dibagikan.
Dalam membuat plotting titik-titik rawan banjir bukan hal yang mudah karena lokasi plot harus sama dengan objek yang ada di permukaan bumi. Hal ninlah yang menjadi nilai tertinggi bagi siswa. Guru tidak hanya berperan sebagai pengamat tapi juga sebagai penilai, nilai yang paling bermakna adalah ketika proses pembelajaran berlangsung karena bukan hanya tingkat kecerdasan berpikir siswa yang nampak tapi juga terbentuknya pendidikan karakter seperti kerja sama, yanggung jawab, rasa ingin tahu, dll.
Gambar 11. Kegiatan Siswa Dalam Mengerjakan LKPD
3. Menganalisis usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko bencana banjir di Kota
Pangkep
4. Presentasi Kelompok
Langkah terakhir yang dilakukan oleh setiap kelompok adalah mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya yang dilakukan secra acak dimulai dari kelompok 3, kelompok 5, kelompok 2, kelompok 4 dan diakhiri oleh kelompok 1. Setiap kelompok memiliki pendapat yang sama akan penyebab banjir yng terjadi di Kota Pangkep yaitu terjadinya pendangakalan sungai akibat material yang terbawa dari hulu ke hilir dan terjadinya sedimentasi atau endapan akibat sampah yang terbawa dari hulu dan sampah yang dibuang msyarakat ke sungai.
Gambar 12. Presentasi Kelompok
Dampak yang ditimbulkan dari pengenalan materi Penginderaan Jauh dan Bencana banjir terhadap siswa sangat besar bagi kelangsungan hidup masyarakat dan kemajuan daerah Pangkep. Siswa memiliki peran penting dalam segala bidang, sehingga dengan materi ini siswa dapat memahami penyebab banjir dan cara mengurangi risiko banjir di daerahnya dengan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat secara makro.
D. Penerapan Citra Penginderaan Jauh Meningkatkan Kompetensi Siswa
Media pembelajaran merupakan alat percepatan belajar bagi siswa untuk mempercepat perolehan hasil belajar atau kompetensinya. Media pembelajaran akan menekankan kegiatannya pada pengembangan potensi manusia secara optimal melalui cara-cara yang sangat manusiawi, yaitu mudah, menyenangkan, dan memberdayakan siswa. Dengan demikian, siswa tidak hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru tetapi siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran merupakan salah satu faktor yang sangat dominan untuk meningkatkan kompetensinya.
Citra Penginderaan Jauh merupakan salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru geografi dalam proses pembelajaran pada materi Penginderaan Jauh dan Mitigasi Bencana. Pada penerapan media citra Penginderaan Jauh ini siswa aktif, kreatif dan menerapkan pendidikan karakter seperti kerja sama, tanggung jawab dan rasa ingin tahu dalam mengerjakan LKPD mulai dari analisis penyebab banjir, memplotting titik-titik rawan banjir sampai dengan presentasi hasil diskusi kelompok, dimana faktor keaktifan siswa paling dominan dalam meningkatkan kompetensinya.
Menurut Levie dan Lentz (dalam Musfiqon, 2012: 33) ada empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual yaitu:
1. Fungsi atensi
Media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan maksud visual yang ditampilkan atau menyertakani teks materi pelajaran.
2. Fungsi afektif
Media visual dapat dilihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar(atau membaca) teks yang bergambar.
3. Fungsi kognitif
Media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.
4. Fungsi kompensatoris
Media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi untuk mengingat kembali.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah sumber belajar yang dapat digunakan oleh siswa untuk merangsang minat, motivasi belajar siswa sehingga dapat berdampak pada kompetensi dan keterampilannya. Pembahsan materi tentang banjir tentu saja akan menambah wawasan siswa sehingga memotivasi dan merangsang minat siswa dalam mendalami materi betapa pentingnya melestarikan lingkungan dapat dimulai dari hal yang kecil seperti tidak membuang sampah sembarangan, mendaur ulang sampah plastik, dan menanam pepohonan. Siswa memiliki peran penting sebagai generasi emas Indonesia, calon pemimpin masa depan negara ini, yang dapat mereka mulai dari yang paling sederhana yaitu keluarga.
E. Hambatan Dalam Penerapan Citra Penginderaan Jauh Dalam Pembelajaran
SMAN 9 PANGKEP sudah berdiri sejak tahun 2006 akan tetapi masih banyak kendala dalam proses pembelajaran, hal ini menjadi hambatan yang harus dihadapi oleh guru dan siswa yang merupakan kekurangan dari sarana dan prasarana sekolah, seperti :
1. Sekolah Hanya Memiliki 1 Laboratorium Komputer
Materi Penginderaan Jauh sebaiknya diajarkan di laboratorium komputer menggunakan salah satu aplikasi PJ yaitu Map Info karena dengan komputer siswa dapat memplotting titi-titik rawan bencana dengan mudah dan terakses dengan internet. Akan tetapi karena kurangnya laboratorium komputer sehingga materi Penginderaan Jauh ini diajarkan secara manual tetapi tetap menggunakan teknologi digtal dengan cara mengunduh citra foto dari google map. Selain itu, guru dapat mengeksplore materi dengan terjun langsung ke lapangan bersama siwa jika sekolah memiliki alat PJ yaitu drone, akan tetapi hal itu tidak dilakukan karena sekolah tidak memiliki alat tersebut.
2. Kurangnya Buku Pelajaran
Salah satu yang menjadi penghambat adalah kurangnya literature di perpustakaan sekolah. Setiap tingkatan kelas hanya memiliki 1 jenis buku mata pelajaran termasuk buku mata pelajaran geografi sehingga siswa menggunakan smartphone untuk mencari materi yang berkaitan dengan banjir.
PENUTUP
A. Simpulan
Bencana atau disaster dapat disebabkan oleh faktor alam, non alam dan juga manusia yang dapat mengancam atau mengganggu kehidupan masyarakat yang menimbulkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan psikologis. Indonesia adalah negara dengan geofisik yang kompleks didukung oleh keberagaman suku, agama, ras dan politik yang ditunjang dengan pembangunan dan terobosan teknologi yang maju. Hal ini adalah sebuah Anugerah dari Yang Maha Pencipta untuk negeri ini tapi sekaligus menjadi potensi bencana yang mengancam masyarakatnya.
B. Saran
0 Response to "BEST PRACTICE DALAM MENGAJAR"
Posting Komentar